Sabtu, 13 Juli 2013

Kehidupan di Asrama *part1




Cerita ini saya persembahkan untuk para orang tua
Ini salah satu pengalaman saya, kisah nyata dari hidup saya.

Anak pertama dr 3 bersaudara, seorang anak laki-laki berasal dr Palembang itulah saya. Dulunya saya merupakan salah satu siswa di SMA yg cukup terfavorit di sana, tetapi sekarang saya sudah pindah karena ada masalah yg cukup sepele, tapi sangat berpengaruh bagi saya. Disaat saya meminta orangtua saya untuk pindah sekolah, orangtua saya memang cukup kaget karena memang sekolah itu cukup bagus dan sangat strategis sekali. Saya pun ditanya oleh orangtua saya "memang kalo mau pindah, maunya kemana?" saya jawab saja "di Jakarta". Kebetulan juga di jakarta ada tante saya yg tinggal disana, dan di dekat rumahnya ada sekolah yang memang saya senangi yaitu Labschool. Memang menurut opini-opini banyak orang sih, sekolah itu cukup bagus dan terkenal, tapi orangtua saya ingin kalo saya sekolah disana saya harus asrama. Padahal asrama itu hal yang paling saya tidak senangi dari kecil. Lantas saya pun mendengar hal itu, saya tidak mau. Memang sih orangtua saya punya alasan-alasan yang masuk akal untuk saya asrama. Orangtua saya pun diberitahu oleh temannya kalau ada sekolah Islam International yg asrama. Akhirnya orangtua saya memberitahu ke saya kalau ada sekolah itu, tapi saya jawab saja, kalau saya maunya di Labschool dan tinggal sama tante, tapi orangtua saya tetap saja tidak setuju dengan hal itu. Akhirnya saya pun katakan iya dan kita langsung berangkat ke Jakarta untuk survey sekolah itu. Saat di Jakarta, memang saya sangat tergiur dengan sekolahnya. Sekolanya bergedung dan terletak di salah satu daerah yang memang pusat kota, gimana tidak di seberang itu ada kementerian, samping kiri, kanan juga ada kementerian. "Wah, Subhanallah keren bgt sekolahnya" itulah kata-kata yang pertama saya ucapkan saya sampai di sekolah itu, saya pun tidak sabar untuk melihat lebih dalam lagi sekolahnya. Ketika kita sudah sampai di lobby  gedung itu kita bertanya kepada satpam yang ada disana, dan katanya “memang betul disini ada sekolah, tapi dilantai 4” akhirnya kita pun naik ke lantai 4, sesampainya kita disana kita disambut oleh satpam yang sangat ramah lagi. Kita pun disuruh untuk untuk menunggu dikantin agar dapat bertemu dengan salah satu marketing  sekolahnya. Saat bertemu dengan marketing sekolahnya pun kita dijelaskan bagaimana tentang sekolah ini dan fasilitas-fasilitasnya.  Gila pokoknya kalo dengar penjelasan dari marketingnya, pasti deh langsung mau masuk sini. Kita juga diajak untuk melihat asramanya. Cukup bagus sih asramanya, yah modern laah, ga kayak pesantren-pesantren gitu. Papa saya bilang “Gimana kak? Mau ga?” lantas saja saya  jawab “Iya, mau dong” tapi saya langsung sadar dan langsung saja bilang “Tapi kan saya maunya bukan di sekolah ini, maunya di Labschool dan ini boarding juga lagi, apa ga sebaaiknya kita lihat Labschoolnya?” Papa saya pun menjawab “Kalo mau sekolah di Jakarta ya sekolah disini aja, ga usah ditempat lain, disini juga bagus, 2 tahun lagi (karena programnya akselerasi) , papa ga setuju kalo kakak sekolah di Jakarta tapi ditempat lain.” Saya pun bingung sekali, karena hal yang saya paling tidak saya senangi, yaitu Asrama akan terjadi di dalam hidup saya, tapi saya juga tidak mau kembali ke sekolah yang di Palembang itu. Akhirnya tanpa keputusan yang panjang saya jawab saja “Ya sudahlah, boleh aja sih.” Akhirnya Marketingnya bilang kalo mau, akan diproses 3 minggu kedepan. Kita pun menjawab “OK” . Sehabisnya kita dari sekolah itu, kita langsung menuju Bandara untuk kembali ke Palembang.  Selama di perjalanan saya bingung saya harus sekolah situ atau tetap sekolah di Palembang. Hari, berganti hari, jam berganti jam, waktu sangat cepat berlalu, tidak terasa 1 minggu lagi saya akan berangkat ke Jakarta untuk menjalani serangkaian tes-tes yang perlu saya penuhi untuk masuk sekolah disana. Saya pun duduk tiduran di paha mama saya, dan saya bilang “Mama saya kok ga yakin ya masuk sekolah itu, mana asrama lagi, saya takut saya nanti ga bisa, kan saya memang  ga mau sekolah asrama atau pesantren. Mama saya bilang “Ya sudah itu sih terserah kakak, maunya kakak gimana, tapi kakak harus yakin kalau kakak bisa dan mama juga yakin kok kalau kakak bisa.” Mendengar mama hati saya jadi sedikit lebih tenang, walaupun pikirannya belum matang. Akhirnya datang juga hari dimana saya harus berangkat ke Jakarta. Sebelum saya berangkat saya shalat dan berdoa kepada Allah “Ya Allah, saya sebentar lagi akan meninggalkan mama, papa, dan adik-adik, saya akan meninggalkan kota saya lahir, dimana saya besar disini. Ya Allah nanda takut, nanda ga berani, sekaligus bingung apa yang harus nanda lakukan nanti ketika asrama, Ya Allah kalau memang ini takdir saya, kalau memang ini baik untuk saya makan tenangkanlah hati saya dan berangkatkanlah saya ke kota Jakarta untuk menuntut ilmu. Lailahailallah Muhammaddarrasullullah.” Setelah saya shalat, akhirnya saya mengemasi baju-baju saya dan saya pun diantar ke bandara untuk berangkt ke Jakarta. Setelah menempuh perjalanan kira-kira 1 jam, akhirnya saya pun sampai dan saya langsung dijemput saya tante saya. Saya pun beristirahat satu malam dirumah tante saya untuk menenangat diri demi menjalankan serangkaian tes-tesnya besok. Pagi pun tiba, saya harus siap-siap untuk berangkat ke sekolah itu dan  memenuhi tes-tes itu. Tante saya menunggu di kantin dan saya mengikuti tes-tes itu. Akhirnya saya telah selesai mengikuti tes-tes untuk masuk di sekolah tsb. Kita disuruh untuk menunggu selama 3 jam untuk mendapatkan keputusan dr Kepala Sekolahnya. Keputusannya khirnya telah dikeluarkan Alhamdulillah saya bisa masuk sekolah itu. Perasaan saya bercampur aduk antara senang dan sedih, suka dan duka. Saya bisa memulai kegiatan saya di sekolah itu minggu depan, masih ada yang harus diurus, mulai dari surat-suratnya, administrasinya, dsb. 1 minggu saya isi dengan senang-senang dengan tante saya, agar saya menghilangkan dapat rasa penat saya untuk tinggal di asrama. Hari MInggu pun tiba, saya harus check-in di asrama itu, sangat tidak terasa waktu begitu sangat cepat. Orang tua saya juga datang pada hari itu, dan kita pun berpisah. Hal itulah yang paling saya tidak senangi, berpisah dengan keluarga saya. Setelah saya berpisah, saya pun berkenalan dengan teman-teman saya yang ada di asrama itu. Hari demi hari saya lalui dengan sangat berat sekali, kata orang-orang sih wajar karena saya baru saja merasakan berpisah dengan keluarga, mama, papa, adik, tante, om, eyang, dll.  Di dalam asrama saya baru merasakan bagaimana tinggal satu atap dengan teman-teman, makan bersama, shalat bersama, dsb.